Rabu, 09 Juni 2021

Luka Sepasang Tangan Yang Mungil

 Ibuku, ibu bumi

Ayahanda angkasa

Tapi hidupku bukan milikku

Hanya aku sewa dengan sekuat daya

Aku bayarkan dengan darah, setetes sehari

Kadang pula dua- tiga

Tapi hidupku tak pernah menjadi milikku

 

Ibuku, ibu bumi

Ayahanda angkasa

Tapi bahagiaku bukanlah milikku

Hanya aku pinjam sesaat, sejenak saja

Sebelum bahagiaku diukur dan dipaksa menjadi linear

Dan perlahan tersisih menepi

 

Di muka, tangan- tangan kecil- mungil melambai- lambai

Dan suara- suara serak proletar bergemuruh riuh

Melihat petani mati kelaparan di sawahnya

Ketika tikus berpesta dengan beras- beras impor di gudang- gudang Bulog

Sedangkan yang dipunya secuil lapar…

Tuan, aku pula menggadai tawa

Silakan tukar dengan

Sesuap kata- kata

 

Luka sepasang tangan yang mungil

Mengorek perut tong sampah

Memindahkan isinya ke perutnya sendiri…

Luka sepasang tangan mungil

Menjawab doa- doa petani

Yang sawahnya hanya untuk fotografi

Bukan biografi…

 

Kranji, 3 Mei 2021

Asu Gunung

 

Lollipop Rindu

 


Untuk Sani

Ada setitik rindu yang aku rakit dalam hatiku

Kala aruna beranjak semakin ke barat

Serta mega- mega perlahan tersipu memerah


Bukan dahulu senja yang menyimpul senyum kita?

Maka hari ini, senja pula mengurai rindu tentang kita

Dan pada senja itu, aku akan selalu pulang

Menyapa kerinduan

Bagai bapak menyapa anak- anaknya sepulang kerja

Lantas akan kubagikan lollipop kesukaan mereka

Sambil bertanya, ibumu dimana?

Kranji, 7 Februari 2019

 Asu Gunung


Senin, 07 Juni 2021

Surat Untuk Sebuah Rumah di Bukit

 


                                 

Yth. Rumah sepi

Di atas bukit, di depan aruna tua...

 

Syalom, apa kabarmu rumah tua? Rumah sederhana di puncak bukit yang tenang. Aku harap baik-baik kabarmu. Mungkin saat ini rumput-rumput mulai memanjang, bagai deret-deret syair yang tertulis mencitrakan haru dalam ruang-ruang kosong rumah tua yang damai...

 

Dahulu kala, nenek sering mendongeng sebelum tidur bagi bocah kecil yang kini telah tenggelam dalam dunia yang ramai. Setiap sore kakek menembangkan tembang macapatnya yang syahdu. Di halamanmu yang luas dengan sebatang pohon jambu dan belimbing dan sawo berdiri tegap. Meneduhi bocah-bocah yang masih ingusan bermain dalam kepolosan dan cekikik ceria, terkadang ada tangis yang riang...

 

  Rumah sepi, sekarang kau sendirian. Memandangi pergerakan waktu. Kau jemput mentari muda dari timur, kau hantar aruna tua ke barat. Aku rindu bermain di halamanmu, mencecap manisnya jambu, sawo, atau belimbing yang ranum...

 

Aku harap waktu segera menjumpakan kita kembali. Hanya sekian dulu surat penghantar rinduku kepadamu. Jaga kesehatanmu, rumah tua. Sambut aku kembali, nanti di hari tua. Peluk aku di saat akhir kututup mata...



                                                                                                                    22 Juli 2014 pukul 08.39 WIB

                                                                                                                              Penghuni Durhaka

Kusumaning Ati

                              Bus malam berjalan cepat menembus gelapnya jalanan Solo-Jogja di malam berkabut itu. Bus malam yang hanya beri...