Surat Untuk Sebuah Rumah di Bukit
Yth. Rumah sepi
Di atas bukit, di depan aruna tua...
Syalom, apa kabarmu rumah tua? Rumah sederhana di
puncak bukit yang tenang. Aku harap baik-baik kabarmu. Mungkin saat ini
rumput-rumput mulai memanjang, bagai deret-deret syair yang tertulis
mencitrakan haru dalam ruang-ruang kosong rumah tua yang damai...
Dahulu kala, nenek sering mendongeng sebelum tidur
bagi bocah kecil yang kini telah tenggelam dalam dunia yang ramai. Setiap sore
kakek menembangkan tembang macapatnya yang syahdu. Di halamanmu yang luas
dengan sebatang pohon jambu dan belimbing dan sawo berdiri tegap. Meneduhi
bocah-bocah yang masih ingusan bermain dalam kepolosan dan cekikik ceria,
terkadang ada tangis yang riang...
Rumah sepi,
sekarang kau sendirian. Memandangi pergerakan waktu. Kau jemput mentari muda
dari timur, kau hantar aruna tua ke barat. Aku rindu bermain di halamanmu,
mencecap manisnya jambu, sawo, atau belimbing yang ranum...
Aku harap waktu segera menjumpakan kita kembali. Hanya
sekian dulu surat penghantar rinduku kepadamu. Jaga kesehatanmu, rumah tua.
Sambut aku kembali, nanti di hari tua. Peluk aku di saat akhir kututup mata...
22 Juli 2014 pukul 08.39 WIB
Penghuni Durhaka
Komentar
Posting Komentar